QUOTES

Mempunyai ambisi untuk mengalahkan orang lain terkadang secara tidak sadar muncul. Tetapi butuh kesadaran jika ingin menumbuhkan ambisi untuk mengalahkan diri sendiri.

Selasa, 24 November 2009

Ada Cinta Di Pasar

Kembali ia membuka mata, di tempat tidur yang sama, kamar yang sama, akan tetapi dengan hari yang berbeda, tapi baginya tetap saja sama, karena tidak ada yang lain selain sekolah yang sama, bosan. Tap tap tap, langkahnya menapak pada kotak-kotak lantai keramik,berjalan keluar kamar menuju ke arah kulkas. Membuka dan menuangkan air dingin. Matanya masih sipit, karena kerak-keraknya, diusap lalu ia menguap, mengecap seteguk air dan membaca lembaran kertas yang menempel oleh magnet sayur. Ia picingkan matanya dan melirik dengan sudut matanya,
Mama dah buatin kamu sandwich buat kamu sarapan.
Tertanda : mama.
‘srak! Kresek kresek!’ dibuatnya lembaran itu jadi bola kertas dan ‘pluuung!!’masuklah kertas itu ke tempat sampah. Tak lama kemudian beranjaklah ia lau menyambar handuk dan memulai ritual mandinya.

****
Andrian sudah berada di ruang makan bersama tas berseragam lengkap tak
Urakan dan bersepatu ketz bernomor 78 hiaju. Matanya tak menyorot sinar gelora yang membara bersemangat. Tampilanya rapih namun jiwanya lusuh karena kurang sentuhan, sentuhan orang tua. Karena memang ke dua orang tuanya sibuk kerja terus, menjadikan ia remaja yang kesepian. Sudah biasa baginya.
Pagi itu cukup sejuk menjadikan kepulan asap pada susu panasnya sedikit lebih banyak tapi ya tetap ia telan begitu saja bersama sepotong sandwich. Sisanya ia berikan pada anjingnya, Molly. Anjing yang dibangsawankan, makan dan minum lengakap dengan piring dan gelas, konyol. Kemudia Andri pergi ke sekolah begitu saja.

****
Jam 06.50, bangku sekolah yang keras telah menyambutnya. Sentak ia banting
tasnya, ‘breggg!!!!’
“Woy kenapa?????” Tanya Randi teman sebangkunya yang sangat kaget seakan tak marah malah menanyakan keadaan Andri.
“ Biasalah,RAn!” jawab Andri singkat.
Randi hanya mengganguk dan meneruskan membaca novel imutnya. Hobi Randi memang membaca, membaca novel. Kedua insan sebangku itu hanya terdiam larut dengan kesibukan mereka sendiri hingga bel tanda dimulainya pelajaran berbunyi.
****
Pelajaran yang membosankan pun dimulai sampai akhirnya.
****
‘kriiingggg!!!’ bel pulang sekolah berbunyi.
Walau kelas sudah selesai tapi berat sekali rasanya untuk Andri menangkat badannya dari bangku. Andri memang cuek, Randi tidak heran, tapi akhir-akhir ini Andri berbeda.
“ Tumben kamu kayak gini,ndri?” tanya Randi sembari membalik lembaran halaman bukunya.
“ Biasalah Rand.” jawab Andri singkat seperti tadi pagi.
“ Enggak, beda, ini gak biasa!” sahut Randi cepat.
Andri mengangkat kepalanya, memicingkan matanya menyadari sesuatu bahwa kata-kata Randi benar. Tapi hal itu yang kini jadi pertanyaan, ’kenapa????’
Lalu mereka berpisah pada siang itu dan pulang kembali ke rumah.
****
Diperjalannan, ia terpikirkan omingan Randi. Rasanya itu adalah pertanyaan kecil namun sulit baginya untuk menjawab. Hal itupun kini menjadi misteri.
Hari Senin pukul 19.36 WIB. 30 menit baerlalu setelah mendengar mobil papahnya menapaki garasi. Tapi pintu kamarnya tak pernah terketuk, tak pernah ada yang menyapanya.
Andri menghela napas dan melanjutkan tugas laporan praktikum . tak ada yang ia lakukan setelah menyelesaikan tugasnya, matanya menatap langit-langit kamar, tubuhnya dipeluk tempat tidur hangat. Ia kenbali memikirkan misterinya sendiri.
“ kenapa hidupkuw flat gini ya? Datar-datar aja.......”
Tubuhnya membalik ke kiri matanya terpejam lalu tiba-tiba pagi menjelang.
****
Mata Randi sudah melototi gegak gerik Andri ketika akan duduk disebelahnya.
“okay, I know...I know....”
Andri menaruh tasnya dengan lemah gemulai diatas bangku, lalu ia duduk perkahan. Randi tersenyum kecil karena acara sarapannya dengan Novel tak terganggu.
“Masih kayak kemaren????”
Andri menjawab sebelum Randi membuka mulut untuk bertanya
kenapa cih????”
Randi berpaling dari bukunya.
“Gak tauk. Semua terjadi gitu aja.” Jelas Andri.
Randi hanya mengerutkan dahinya, lalu mengemasi novelnya dan diganti dengan buku pelajaran pada jam pertama.
Hari itu hari pendek, jam belajar mengajar hanya sampai pada jam ke enam, bagi siswa-siswi hal itu menyenangkan. Tapi tidak untuk Andri pulang awal berarti semakin awal juga ia harus mulai bosan dengan harinya. Selang beberapa menit sekolah bubar dan murid-murid berhamburan keluar kelas. Tiba-tiba hape Andri bergetar. Tumben banget batinnya, tapi ia lihat teryata mamanya yang telfon.
“Apa?????!!!! Ke Pasar?????!!!!!besok????!!!!!!” terbelalaklah mata Andri.
Rencana berkunjungnya kakak mamanya, yaitu Pakdhe Bambang dari ibukota memaksa mamanya untuk menyambut.
“ iya sayang, kita harus siapin masakan yang spektakuler, kan jarang-jarang pakdhemu itu dateng ke Jogja. Jadi temenin mama ke pasar besok ya???? OKEY!!!”
Mamanya dengan semangat membujuk anaknya.
“ ya terserah mama lah!!!”
Setelah jawaban singkat itu. Pembicaraan pun berakhir. Dengan disetujuinya perjajian antara ibu dengan anaknya bahwa mereka akan pergi ke pasar bersama-sama.
“ gak papa lah ndri,,, setaun sekali ini. Hehehehe”
Randi tertawa kecil mendengar kekonyolan itu. Andri nyegir kecut!! Dan berlalu meninggalkan Randi. Karena tidak ada rencana disiang itu, Andri hanya menghabiskan waktunya dikantin sendiri ngemil dan hot spotan.
****

Dok!dok!dok!!!!
Andri terangkat dari alam tidurnya. Kembali terdengar suara ketukan dipintu kamarnya, ia hanya membolak balik badannya di tmpat tidur seperti daging ham yang digoreng dibolak balik diatas penggorengan. Jiwanya masih mengantuk, tapi karena sudah jani dengan mamanya, ia terpaksa bangun dan membuka pintu kamarnya. Matanya melotot, jam 4 pagi?
“ hahhhh????!!!! Kok jam 4 pagi ceh...????”
Andri pun menjatuhkan tubuhnya ditempat tidur menyadari ia akan pergi ke pasar tradisional!!!!! Dan benar apa yang Andri duga,
“ayo sayang cepet cuci muka, udah ampir jam 5 ne.”
“mah, ini masih jam 4, mau ke pasar tradisional? Gak ke swalayan aja?”
“Nih daftar blanjaan mama! Banyak banget kan? Sekalian keperluan buat sebulan, hehe.”
Mamanya menjelaskan sembari menyodorkan daftar belanjaan dengan tulisan cacing kepanasan khas tulisan dokter, Ibunya Andri memang seorang dokter.
“bentar mah, update status fb dulu. Kan jarang-jarang ne aku ke pasar, hehe.” Andri pun terpaku pada BB (blackberry) stormnya yang khas dengan keypad QWERTY dan teknologi akselerometernya yang selalu dibanggakan.
****

ekikikikikikik!Bromm! mobil sedan sporty milik ayahnya mulai dikompori. Ibunya keluar dari rumah dengan make-up lengkap. Andri menggeleng kepala melihat ibunya yang harus selalu tampil cantik bak selebriti walaupun hanya akan belanja di pasar. Sudahlah. Karet ban mobil sedikit berdecit meninggalkan jalan perumahan menuju pasar tradisional setempat yang berjarak dua kilometer lebih.
Setelah mobil mewah itu terparkir, mereka langsung meluncur ke kawasan pasar yang luas. Bau khas pasar tradisional menyeruap memasuki hidung Andri membuatnya mengangkat bibirnya hingga menutupi lubang hidungnya.
“Ayo sayang, kita bagi dua ya daftarnya, biar cepet blanjanya, kalau dah selesai ketemuan lagi disini jam setengah enam, ayo gerak!” suruh ibunya.
“asal mama senang lah!”
Andri menerima setengah daftar belanjaan kemudian langsung memulai pencarian. Kurang lebih 10 jenis sayuran dengan berbagai kebutuhan sedikit membuat Andri kualahan. Parfum mahalnya pun kalah dengan parfum campuran berbagai macam rempah-rempah, sayuran, beberapa ikan aromatik yang amis.
Memaksanya ingin cepat-cepat keluar dari tempat itu. Harga yang ditawarkan pun tak jadi masalah walaupun tak ditawar dahulu, penjual setempat pun jadi sedikit tersenyum karena pembelinya adalah anak orang kaya yang enggan nawar kalau disadari harga yang agak mahal.
“whatever lah, yang penting dapet dan cepat keluar dari sini.”
Gerutu Andri saat berpindah dari lapak satu ke lapak lainnya.
“kembang kol, brokoli, sawi putih, sawi ijo, lombok merah, lombok rawit, tomat,
wortel, kubis, kacang panjang. Halah halah, mau bikin gado-gado neh?”
Andri mengecek belanjaannya satu-satu, tangannya sudah penuh dengan bungkusan kertas plastic dengan berbagai berat. Tapi waktu baru menunjukkan pukul lima lebih sepuluh menit, ia menyadari bahwa terlalu cepat berbelanja. Sembari menunggu ibunya ditempat yang sudah ditentukan, ia hanya duduk-duduk saja. Kali ini waktunya bisa ia sempatkan untuk melihat sekitar, keadaan pasar, setiap detil penjual,dagangan hingga pembelinya. Sembari meneguk minuman isotonic, sudut matanya yang bergerak cepat menangkap penglihatan, penglihatan yang berbeda, yang bertolak belakang dengan keadaan pasar, karena begitu indah.
Matanya kini ia picingkan, menyisir sudut pasar dengan pandangan tajam mencari objek yang tak sengaja tertangkap tadi.
****

“Ah, itu dia!”
Didapatkannya sesosok wanita sebayanya di arah barat laut, sejauh sekira-sekira 110 yard darinya. Tapi karena jarak yang jauh, tidak begitu kelihatan jelas sosoknya. Akhirnya Andri putuskan untuk beranjak dari tempat duduknya dan meninggalkan belanjaannya sejenak. Pandangannya tak lepas dari sosok wanita itu, penasarannya terjawab setelah Andri melengggak lenggok melewati lapak-lapak penjual dan mencoba mendekati wanita itu. Tapi tak genap Andri menempuh setengah jarak dari wanita itu, bergegaslah wanita itu pergi setelah mendapat uang kembalian dari si pedagang. Andri terhenti langkahnya, terpaku karena kepergian sosok yang memesonanya. Sorot matanya memancar keheranan pada dirinya sendiri. Herannya pada dirinya yang terpesona karena sosok wanita yang sebenarnya tak begitu istimewa. Sempat ia melihat sekilas wajah wanita itu, rambutnya sebahu di kundir ke belakang, matanya bercahaya, bibirnya tipis manis merekahkan senyuman yang tak itung-itungan manisnya walaupun hanya pada pedagang sayur.
Tingginya tak banyak lebih dari pundak Andri. Tak istimewa, namun mempesona. Andri mengelengkan kepalanya membalik badan, menghela nafas dan berjalan kembali menghampiri sayurannya tadi.
****

Tepat pukul setengah enam, semua belanjaan sudah ditaruh di bagasi dan bersama ibunya di kursi penumpang. Andri memacu mobil sport ayahnya.
Dalam perjalanan, Andri terbayang terus akan sejak wanita tadi. Siapa dia? Siapa namanya? Kenapa dia bias sangat mempesona?
Mobil sport itu kini sudah terparkir di halaman rumah dan belanjaan semua sudah masuk ke rumah. Andri bergegas untuk membersihkan dirinya, membasuh badannya yang sudah bau ikan. Dalam guyuran air hangat dari shower matanya terbelalak menyadari sesuatu, selama ini hidupnya datar-datar saja karena tak ada sosok wanita di hari-harinya.
Wanita? Tidak juga, karena tak sedikit wanita cantik-cantik di sekolahnya, nyatanya Andri tetep cuek-cuek saja, lalu apa?
“bukan hanya wanita, aku harus mencari jawabannya lebih jauh.
Dan sepertinya wanita itu adalah jawaban semua pertanyaanku.” Andri tersenyum lega.
****

Andrian sudah berdiri di teras bersama tasnya, berseragam lengkap tak urakan dan bersepatu kets bernomor 78 hijau. Matanya menyorotkan sinar gelora yang membara bersemangat. Tampilannya rapih dan jiwanya telah bangkit karena telah tersentuh, tersentuh oleh cinta. Hatinya tak sabar menanti hari esok untuk kembali ke pasar, tentu saja ia pasti akan diam-diam pergi sendiri ke pasar. Mencari jawaban atas pertanyaan : Siapakah dia?
Senyumannya menertawakan kekonyolan dirinya sendiri, karena mencari cinta di pasar seperti ada aja yang jualan cinta di pasar. Kemudian Andri pun pergi ke sekolah begitu saja. Dari kejauhan Andri mendengar ayahnya uring-uringan.
“Andri! BMW papa kenapa baunya jadi kayak bau ikan busuk!!” ayah Andri terdengar uring-uringan dari kejauhan.
Andri pun langsung tancap gas motornya sembari berteriak.
“maaf pah, tadi pagi BMWnya nongkrong di pasar! Ha ha!”

0 comments:

Posting Komentar